Tiba-tiba saja aku ingin bercerita tentang seorang teman. Ya, mungkin dapat menjadi pengingat bahwa kalian
bukan orang yang paling tersiksa di dunia, bukan pula orang yang paling tidak
beruntung di dunia. Bahwa masih ada seseorang di luar sana yang jauh lebih
tidak beruntung dan jauh lebih tersakiti.
Jadi, cerita ini kumulai dari
sekumpulan siswa berjas putih yang sedang berjalan menuju
laboratorium kimia. Hari itu adalah jadwal praktikum. Seperti biasa, setelah
berada didalam lab, mereka akan langsung membentuk kelompok yang sudah diberitahukan
sejak awal semester. Kelompok itu akan selalu tetap hingga akhir semester.
Peralatan praktikum dicek oleh masing-masing kelompok untuk memastikan bahwa
semua peralatan lengkap dan berada dalam kondisi baik-baik saja dan siap untuk
digunakan. Begitu juga peralatan milik kelompok Mili (bukan nama sebenarnya). Mili
merasa semua baik-baik saja sehingga tidak ada yang perlu diganti terlebih
dahulu. Karena semua sudah selesai memeriksa peralatan, praktikum dimulai. Aku
lupa detil apa yang mereka lakukan di praktikum tersebut. Intinya, mereka harus
mereaksikan sesuatu yang salah satu langkahnya membutuhkan pemanasan. Biasanya
pembakar yang digunakan adalah bunsen dengan bahan bakar spirtus (metanol).
Semua kelompok pun sudah melakukan pemanasan yang saya maksud, kecuali kelompok
Mili. Sumbu bunsen mereka ternyata sudah habis dan hal itu tidak disadari Mili
saat memeriksanya tadi.
"maaf, aku tidak menyadarinya saat memeriksanya tadi". Mili
meminta maaf pada teman2nya.
Mereka sangat kebingungan.
Bagaimana tidak, praktikum tersebut memang harus melalui pemanasan. Dan
kelompok lain hampir selesai. sedangkan mereka, menyalakan api saja belum.
Laboran juga sedang keluar dan mereka tidak berani mengambil alat tanpa izin.
Ditengah kekacauan oleh kebingungan yang mereka alami, temanku yang tadi ingin
kuceritakan pada anda, Sudiono (nama sebenarnya) menghampiri kelompok Mili.
Melihat Mili yang kebingungan, Sudiono yang sudah lama memendam perasaan
terhadap Mili terusik dan sangat ingin membantu. Dihampirinyalah Mili. Dengan
berusaha sekuat tenaga menata suaranya agar terdengar gagah saat berbicara, Sudiono
berbasa-basi menanyakan hal yang membuat Mili bingung. Mili menjelaskan bahwa
bunsennya tidak bisa dipakai dan efeknya, pemanasan tidak bisa dilakukan. Sudiono
mengrenyitkan dahi dan menggosok-gosokkan telunnjuk dan jempolnya ke dagu saat
berusaha mencari solusi. Hal itu sebetulnya tidak dilakukan juga bukan menjadi
masalah. Dia hanya ingin terlihat keren didepan Mili.
Dan, ide itu pun datang.
Setelah memberi instruksi pada Mili untuk menyiapkan gelas reaksi yang harus
dibakar, Sudiono berkeliling ke semua meja praktikum untuk mengumpulkan semua
korek api kayu. Tak lama Sudiono kembali ke pangkuan, maksudku kembali ke
tempat Mili. Tanpa berbicara lagi, dia langsung mengeluarkan semua batang
korek. Dia gesek satu batang korek hingga menyala dan menaruhnya dibawah gelas
reaksi. Ternyata idenya sederhana. Membakar gelas reaksi dengan korek api saja.
Dia pegang terus korek apinya. Dia biarkan api membakar semua batang agar tak
terbuang sia-sia meskipun dia tahu jarinya pasti terbakar jika dia lakukan itu.
Tapi rasa ingin membahagiakan yang dicintainya membuat sakit karena terbakar
yang dirasakannya tak berarti. Saat satu batang sudah habis, dia akan menggesek
batang yang lain. Begitu seterusnya. Melihat hal ini, Mili hanya bisa terdiam
heran. Mili masih tidak percaya apa yang sedang dilakukan Sudiono. Dia melihat
sendiri Sudiono dengan serius membakar gelas reaksi menggunakan batang korek
api. Satu per satu. Itu yang mebuatnya tidak habis pikir. Sementara itu, Sudiono
sudah mulai mengucurkan keringat di dahinya yang lebar. Matanya sudah mulai
sayu dan bibirnya sudah pucat. Tapi tangannya yang juga sudah melepuh masih
menggesekkan batang korek api baru terus menerus saat batang korek yang lama
sudah tak terbakar lagi. Ini tak bisa dibiarkan. Mili yang mulai menitikkan air
mata mengambil tissue kering sebanyak-banyaknya dan menghampiri Sudiono. Dia
tampar Sudiono dan menyuruhnya berhenti. Namun Sudiono tak mempedulikannya dan
terus membakar. Sambil mengelap keringat Sudiono yang terus menerus
keluar, Mili memohon pada Sudiono untuk menghentikan semuanya.
"sudahlah, kau tak perlu
melakukan ini semua. Di akhir praktikum, laboran akan datang dan aku akan bilang
padanya bahwa bunsenku rusak sehingga praktikum ini tak bisa kuselesaikan. Aku
akan memohon padanya untuk praktikum pengganti". Kata Mili sambil
terus menitikkan air mata.
"tidak, kau harus menyelesaikannya hari ini. Tak ada hari lain.
Teman-temanmu juga tidak akan mau praktikum di hari lain karena
kesalahanmu." jawab Sudiono sambil terus menggesekkan batang korek
baru.
Mili sekali lagi menampar Sudiono.
Kali ini sangat keras hingga Sudiono terhempas kesamping. Mili segera
menghampirinya dan mendudukkan Sudiono lagi. Muka Sudiono sudah semakin pucat
dan kali ini semua tangannya sudah terbakar.
"siapapun tolong ambilkan salep luka bakar di poliklinik!!"
Mili berteriak pada teman-temannya yang dari tadi hanya berdiri menyaksikan
drama paling mengharukan di sejarah sekolah kami itu.
Temanku atho (aku tak pernah
tahu ini nama sebenarnya atau bukan) segera berlari menuju poliklinik tanpa
mempedulikan badannya yang kurus itu bisa kapan saja terpental saat angin
menerpanya akibat lari kencang. Baginya, nasib temannya lebih penting. Semenit
kemudian ia datang.
"hanya ini yang bisa ditemukan. Aku harap dapat menyembuhkan
lukanya. Cepatlah, dia sudah mulai tak kuat." kata atho' sambil
mengulurkan sesuatu ke Mili.
Tanpa basa-basi, Mili langsung
melumurkan ke seluruh kulit Sudiono yang terbakar cairan dari sesuatu yang
diberikan atho' tadi. Dan tiba-tiba kata-kata keluar dari mulut Sudiono. Tak
jelas dia meracau atau bukan.
"aku hanya ingin membuatmu bahagia. Aku serius. Tak ada wanita
yang selalu hinggap di hatiku selain dirimu."
Meskipun kaget dengan ucapan Sudiono,
Mili masih terus melumurkan cairan dan meratakannya. Setelah selesai dan
sepertinya Sudiono sudah mulai membaik, teman-temanku yang lain mulai membopong
Sudiono menuju poliklinik.
*****
Pintu tiba-tiba terbuka tanpa
ketukan. Seseorang yang begitu mempesona muncul dari baliknya, berjalan pelan
menuju tempat tidurnya sambil menenteng sesuatu. Dia duduk disamping kasur Sudiono
dan meletakkan tentengannya di meja dekat kasurnya juga. Dia mulai membersihkan
meja, mengganti bunga yang sudah layu, merapikan selimut.
"semua yanga kukatakan..." Sudiono berusaha membuka
percakapan.
"sudahlah, kau jangan banyak berbicara. Kau masih harus
istirahat." sela Mili sambil menempelkan telunjuknya di bibir Sudiono
yang hitam.
"biarkan kali ini aku saja yang berbicara." Mili menarik
napas dalam-dalam. Dan memulai perkataannya lagi.
"aku mendengarkan semuanya. Awalnya kukira kau hanya meracau. Tapi
sesampainya di asrama, hari itu juga, aku masih terus teringat kata-katamu itu.
Aku tak bisa menepisnya. Kata-katamu selalu bisa masuk kembali ke pikiranku.
Dan aku mulai berpikir bahwa yang kau katakan adalah sesuatu yang keluar dari
alam bawah sadarmu. Dan aku percaya alam bawah sadar adalah tempat dimana semua
benar adanya." dia mengambil satu bunga di pot dan memainkannya.
Merapikan setiap kelopaknya yang sudah rapi dari tadi.
"aku juga mulai teringat dengan semua tindakanmu sebelum itu. Kau
selalu berbuat baik padaku. Dan aku juga selalu sadar kau melakukannya dengan
sepenuh hati." Mili menaruh bunga di pot lagi dan meraih benda lain.
Dia mulai memainkan benda itu. Menariknya, menggulungnya.
"temanku juga sering bercerita bahwa kau sering memperhatikanku.
Tapi aku hanya tersenyum mendengarnya."
Sudiono membuka mlutnya. "a,,,"
"aku sudah bilang biarkan kali ini aku saja yang berbicara."
Mili langsung memotong kata-kata Sudiono.
"baiklah, aku lanjutkan. Aku tersenyum karena tak hanya kau yang
kudengar sering memperhatikanku. Banyak yang lain juga. Dan semuanya kutanggapi
dengan senyum saja, begitu juga denganmu."
"a,,,"
"apa yang susah sih dengan diam dan mendengarkan???" kali
ini Mili menyela kata-kata Sudiono dengan nada yang lebih tinggi.
"dari tadi kau memainkan perbanku dan itu sangat menyakitiku.
Lukaku terbuka" dengan sangat cepat Sudiono mengatakan hal yang dari
tadi terus disela oleh Mili.
"ahh,, ma'af.. Aku tak sadar." pinta Mili sambil segera
membetulkan perbannya. Dia tak sadar yang diraihnya tadi adalah perban yang
membalut luka Sudiono.
"oke, aku akan langsung ke intinya saja. Apakah yang kau katakan
saat aku mengurus lukamu di laboratorium itu benar?" tanya Mili
Tiba-tiba hening datang cukup
lama. Setelah menarik napas panjang, Sudiono menganggukkan kepalanya.
"ternyata aku benar.." kata Mili sambil menempelkan
mulutnya ke sedotan dan mulai meminum habis jus yang ada di sampingya hingga
habis.
Sudiono kaget tiba-tiba Mili
menghabiskan begitu saja jusnya yang baru diminumnya sedikit itu.
"aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Aku sudah memikirkannya
berulang kali. Dan kuputuskan aku harus berkata jujur padamu. Kuharap ini tak
membuat bertambah buruk." Mili berdehem
"baiklah, aku tahu kau benar-benar mencintaiku. Tapi jika kau
berharap bahwa aku juga mencintaimu, kau salah. Aku hanya menyukaimu karena kau
banyak berbuat baik padaku. Dan pada dasarnya kau memang baik kepada siapapun.
Dan aku juga ingin kau tahu bahwa cintaku sudah ada jauh diluar sana. Dia orang
baik juga. Dan dia juga selalu memberiku perhatian yang lebih. Aku sangat
mencintainya. Jadi, aku sangat meminta ma'af padamu jika aku mengecewakanmu.
Kuharap kau tak membenciku." air mata mengalir di pipinya yang putih
bersih saat Mili mengakhiri kata-katanya.
Sudiono terdiam sesaat,
tersenyum, lalu mulai berbicara. "membencimu???
Tak akan pernah. Sudah kubilang aku sangat mencintaimu. Dan aku selalu berusaha
untuk membuatmu bahagia. Jika dia yang jauh diluar sana sangat membuatmu
bahagia, aku pun akan bahagia."
Semuanya terdiam setelah itu.
Keheningan kembali datang. Mili merapikan pakaiannya.
"yang aku bawa dan kuletakkan diatas mejamu ini pisang kepok
goreng, kudengar kau sangat menyukainya. Dan dokter bilang tak apa bila saat
ini kau memakannya. Semoga kau mau memerimanya." Mili membuka
bingkisan yang dibawanya tadi itu.
Dengan cepat Sudiono mengambil
satu pisang goreng dan memasukkannya ke mulutnya. "hhhhmmmff,,, enyak fekali. fewima hasih. Afu nyangat
menyukainya." Katanya kurang jelas sambil tersenyum meskipun mulutnya
masih penuh oleh pisang.
"syukurlah, aku senang kau menerimanya. Baiklah, aku harus kembali
sekarang. Semoga cepat sembuh." Mili berdiri dan berbalik berjalan
menuju keluar kamar Sudiono. Dia berpapasan denganku saat diluar sambil
mengusap matanya yang merah oleh tangis yang tertahan.
Aku berada diluar dari tadi
mendengar semuanya. Sebetulnya aku hampir masuk juga saat kulihat dari celah
pintu yang terbuka sedikit yang berada didalam adalah Mili. Sudah bukan
rahasia, aku pun tahu bahwa Sudiono sangat mencintai Mili. Dan kurasa aku harus
membiarkan mereka berdua. Setelah melihat Mili menghilang di belokan, aku masuk
ke kamar Sudiono. Dia hanya terdiam tak menyadari kehadiranku hingga kusapa
dia. Aku tahu yang dirasakannya. Dia temanku sejak berada di bangku TK. sejak
saat itu dia selalu satu sekolah denganku. Sampai sekarang, di sekolah ini. Di
sekolah yang tak pernah terpikirkan oleh kami sekalipun akan dapat kami masuki.
Sekolah berasrama terbaik menurut kami.
"aku mendengar semuanya." kataku pada Sudiono.
Sudiono hanya tersenyum tipis.
Aku tak percaya dengan yang dikatakannya. Maksudku tentang dia merasa bahagia
jika Mili bersama orang lain. Seperti yang kubilang tadi. Aku sudah
bersamanya sejak lama. Aku tahu benar dia. Dia selalu berusaha mempercayai
ungkapan "cinta tak harus memiliki.". Dan kenyataannya dia tak pernah
berhasil mempercayainya. Aku tahu hatinya saat ini sangat hancur. Tak ada
wanita lain di hatinya. Dan kenyataan tak bisa memilikinya pasti membuatnya
kacau.
"kau masih saja berbohong dengan dirimu sendiri. Jika kau
membutuhkanku, panggil saja aku. Aku akan siap setiap saat membantumu."
Sudiono masih terdiam.
Aku meninggalkannya sendiri.
Aku tak ingin dia berbuat buruk. Jadi kutawarkan bantuanku padanya. Kusempatkan
melihat lagi dia sebelum benar-benar pergi. Dan dia masih terdiam dengan
tatapan kosong. Kurapatkan pintu, dan melangkah kembali ke kelas.