RSS Feed

kenalaken, kulo

Foto Saya
WICAKSONO AZ-ZAKY
Bastian Arif Wicaksana. Jawa asli.
Lihat profil lengkapku

Senin, 20 Februari 2012

dear DIARE

Pagi yang menyenangkan di lingkungan asrama kami. Matahari yang bersinar, langit yang biru, awan yang putih bagaikan kumpulan permen kapas, rumput yang masih menyisakan embun, pepohonan yang hijau, dan udara yang sejuk dan basah. Seperti pagi-pagi sebelumnya. Kecuali kumandang takbir ini. Tak pernah berhenti sejak jam 8 malam tadi. Suara yang parau terkadang terdengar di sela-sela kumandang takbir. Ya, hari ini hari raya idul adha. Segala bentuk kegiatan akademis diliburkan. Semua bergembira menyambutnya. Apapun motivasinya. Terlepas dari hikmah apa yang seharusnya dapat diambil dari hari ini, semua terlihat bersuka ria saat proses penyembelihan hewan kurban berlangsung.
Namun kisah sebenarnya baru dimulai beberapa saat setelah hari raya kurban selesai. Berawal dari konsumsi daging kurban. Sebagian daging sembelihan diolah oleh pihak kantin untuk dijadikan menu makan malam bagi para siswa. Ini adalah menu istimewa bagi kami. Daging kurban hasil potongan kami sendiri. Dan, daging-daging itu pun tersantap tanpa sisa.
Dan inilah titik acuan awal kami harus bergelut dengan sesuatu yang serius untuk beberapa minggu. Rupanya daging-daging hewan kurban itu membawa kami pada kondisi perut mules dan selalu ingin buang air besar. Yah, saat itu kami telah terserang penyakit yang kami sebut “dear, DIARE”. Wabah itu menjadi trending topic saat itu. Awalnya hanya segelintir siswa saja yang terkena penyakit ini. Namun, “dear DIARE” ini memiliki penyebaran yang lebih cepat daripada sebuah gosip sekalipun. Dan modus penyebarannya pun sama, dari mulut ke mulut. Keganasan wabah ini tidak diragukan lagi. Bahkan teman kami saudara CECEP (bkan nama sebenarnya) yang tidak suka daging kurban pun ikut terjangkit.
Beberapa hal yang menjadi catatanku saat wabah ini berada pada masa kejayaannya di asrama kami adalah yang pertama, toilet sudah pasti untuk masa itu menjadi hal yang paling diburu melebihi harta, tahta, Asmirandah, Maudy Ayunda, maupun Jessica. Keberadaannya sangat disyukuri dan juga disesali karena kurang banyaknya dalam hal jumlah. Sebagai gambaran, seorang siswa mungkin dapat buang air 3 kali dalam sejam. Bayangkan, hampir bahkan menyamai kecepatan bakteri dalam berkembang biak. Dan dalam sehari 24 jam, jika dihitung, seorang siswa berarti bisa buang air hingga 72 kali. Sesuatu perhitungan yang ngasal. Tentu saja hal ini mempengaruhi kesehatan lingkungan. Septictank yang meluap menimbulkan bau tak sedap.
Kedua, wabah ini benar-benar menurunkan tingkat kepercaya-dirian ketika kentut. Bagaimana seseorang harus mengatur kentutnya agar keluar secara pelan-pelan untuk menghindari keluarnya cairan yang, kau tahu sendiri itu apa. Jangan terlalu keras jika kentut jika tak mau keluar. Bahkan ketika bersin atau batuk sekalipun. Jangan terlalu keras atau sesuatau, yang kau tahu itu apa, akan keluar melalui hidung atau mulutmu. Tentu menjijikkan bukan? Semenjijikkan saat kau mempercayai hal ini benar-benar terjadi. Itulah alasan mengapa di masa itu sangat berkembang ajaran, “jagalah kentutmu agar tak menyesal nantinya!”. Pernah ada cerita menarik. Seorang siswa pernah merasa sudah terbebas dari wabah ini. Ketika dia merasakan angin harus segera dikeluarkan dari tubuhnya, dia dengan rasa percaya diri yang tinggi membuang angin itu keras-keras. Dan kau tahu apa yang terjadi? Ya, kita sama-sama tahu. Siswa itu ternyata belum benar-benar terbebas dari jerat “dear DIARE”.
Ketiga, nilai akademis benar-benar menjadi atlit selam. Terjun menyelam jauh hingga ke dasar samudera. Bagaimana tidak terjun jika hari-hari siswa harus dilalui di sebuah ruangan kecil berukuran tak lebih dari 1x1 meter? Dan pikiran siswa harus terbebani dengan segala hal yang terkait dengan ruangan itu? Sungguh hari-hari yang kelam. Sekelam atmosfer lingkungan sekolah asrama kami pada masa itu yang dipenuhi bau septictank yang meluap dan gas-gas beracun yang seakan memenuhi setiap sudut hidung.
Dan itulah sedikit cerita salah satu masa terkelam kami saat masih berada di lingkungan sekolah asrama kami tercinta.

0 komentar:

Posting Komentar