Perjalanan yang
panjang dan melelahkan dari Yogya ke Banjaranyar, kampung halaman tercinta. Mak
dan bapak pasti sudah tidur kalau selarut malam ini. Untung saja kakakku masih
terjaga. Jadi aku masih bisa masuk rumah. Perjalanan menuju kamar, sudut kanan
mataku menangkap seseorang sedang terduduk di ruang tamu memandang ke arah luar
jendela panjangnya. Di kegelapan, yang terlihat hanya bayangan samar saja. Tapi
aku tahu bayanganitu. Bayangan itu milik adikku, Azizah.
Sudah hampir 11
tahun aku tak bertemu dengannya. Setiap kali aku pulang, dia selalu sedang
tidak di rumah. Perpisahan selama itu membuat dirinya seperti baru saja kembali
dari kematian bagiku. Ini kesempatanku untuk melepas rindu dengan yang
terkasih. Aku letakkan tasku di tempat terakhir aku berdiri menatapnya dan
berjalan mendekatinya perlahan. Aku duduk dengan pelan dan sangat dekat
dengannya. Kupeluk tubuh yang sudah lama tak pernah kusentuh itu dan memberikan
kecupan agak lama di pipi kanannya. Bisa kurasakan pipi sedingin besi lewat
kedua bibirku. Masih sama seperti 10 tahun yang lalu ketika kukecup dia juga
saat kami berpisah. Bau itu juga sama. Tidak berubah sama sekali. Dia menoleh dan
menatap kearahku. Aku melepaskan pelukanku dan membalas tatapan matanya. Tidak ada
kata yang keluar sama sekali. Kami sama-sama sadar. Kami sudah tidak
membutuhkan kata-kata sama sekali untuk berkomunikasi. Bahasa apapun sudah
tidak berarti. Sebuah tatapan saja sudah cukup mengungkap semua yang ingin kami
sampaikan. Tiba-tiba air mata meleleh di kedua pipinya. Begitu derasnya hingga
turun membasahi bajunya. Air mukanya mengungkapkan kesedihan yang mendalam. Seketika
itu juga semua yang ingin diungkapkannya langsung merasuk kedalam hatiku
layaknya wahyu atau ilham dari tuhan yang diturunkan untuk orang-orang yang
dipilih-Nya. Kira-kira yang diungkapkannya seperti ini.
"pagi ini orang kampung menemukan dua
lumba-lumba terdampar. Dua-duanya dalam keadaan yang menyedihkan. Air mata
mengalir di mata mereka. 5 hari sebelumnya penyu hijau seukuran manusia dewasa
juga terdampar. Dia pun mengeluarkan air matanya. Di hari yang sama ribuan ikan
mati dan mengapung di tepi laut kita. Kondisinya masih segar namun mata mereka
sangat merah. Orang kampung pikir itu semua kejadian biasa. Aku bilang kepada
mereka bahwa lumba-lumba dan penyu tadi tidak terdampar melainkan mendamparkan
diri mereka sendiri. Mereka sengaja menemui kita dan menyampaikan pesan dengan
air mata mereka. Pun begitu halnya dengan ribuan ikan tadi. Semuanya melakukan
hal yang sama. Hanya saja ikan tidak bisa mengeluarkan air mata. Itulah sebabnya
mata mereka begitu merah padahal kondisinya masih segar. Makhluk-makhluk tuhan
itu ingin mengatakan pada kita bahwa kelakuan kita telah memperburuk kondisi
laut. Karang-karang yang kita hancurkan sejak 20 tahun yang lalu membuat para
ikan bingung harus bertelur dimana. Eksploitasi berlebihan buah karya pukat
harimau membuat banyak ibu ikan harus melihat ank-anaknya mati percuma. Setiap seretan
pukat itu selalu memberikan pertanyaan pada ikan mengenai keterusan generasi
mereka. Sampah-sampah, limbah-limbah membuat plankton-plankton yang biasanya
selalu meramaikan tepian laut kita di malam hari dengan pendaran birunya yang
indah enggan lagi mampir. Aku mengatakan yang sejujurnya pada orang kampung
tapi mereka malah mengolokku telah membual."
Ceritanya membuat
air mataku tak kuasa lagi kutahan. Lelehannya terasa sangat panas di pipi dan menembus
hingga membakar hati. Beberapa saat kami masih saling menatap. Saat air mataku
berhenti mengalir, adikku berdiri dan mulai beranjak dari tempat duduknya. Kini
dia yang mengecup pipiku dan mulai berjalan menuju kamarnya. Mataku tak bisa
lepas memandanginya hingga tubuhnya menghilang ditelan kegelapan dan kesunyian
kamarnya. Kamar itu, taka da satu pun yang pernah memasukinya. Kegelapannya membutakan
mata, kesunyiannya memekakkan telinga. Kami telah berpisah kembali dan tak tahu
kapan akan bertemu lagi. diantara kami, pertemuan bisa berarti perpisahan. mungkin saja kami akan bertemu lagi kemudian hari tatkala laut tak lagi didzalimi.
0 komentar:
Posting Komentar